Selamat sore, Bapak. Apa kabar? Semoga sehat
selalu.
Perkenalkan, saya Lia, hanya seorang warga biasa. Jangan
menganggap isi surat ini terlalu penting karena saya hanya salah satu
penggemar Bapak. Tak bisa dikatakan penggemar berat juga karena size sepatu dan warna kesukaan saja saya
tidak tahu. Bolehlah menganggap saya hanya sebagai warga yang mendukung dan
berterima kasih atas segala hasil jerih payahmu di pemerintahan RI selama
beberapa tahun belakangan ini.
Pak, saya pernah menjadi warga
yang sering golput karena merasa pilkada/pilpres bukanlah kegiatan yang
menyenangkan. Saya lebih memilih menonton atau membaca buku kesukaan daripada
harus antri dan kepanasan saat mencoblos, belum lagi jari yang dicelup tinta,
duh, membuat jelek saja. Pada waktu itu, saya juga berpikiran, “Yah… satu suara
tidaklah begitu berarti. Siapapun yang terpilih, aku tak peduli”. Namun pada saat pilpres kemarin, keluarga cukup bersemangat
menyambut wajah baru Capres RI dengan nomor urut dua.
Saya pun berinisiatif mengikuti
pemberitaan tentang Bapak, mengikuti perkembangan di TV, medsos dan berbagai
media.
Pak, saya tidak memiliki sixth senses, dan bukan
peramal. Tapi saya merasa, ada sesuatu yang berbeda dari diri Bapak dibanding
calon yang lainnya. Mau itu pesona, karakter, prinsip, dan cara kerja, serta
kampanye, ada yang unik dan membuat saya tertarik untuk memilih Bapak. Lalu
saya berpikir, kenapa tidak dicoba saja menggunakan hak pilih saya untuk
memilih Bapak? Tidak ada salahnya, kan? Semua orang pasti bertaruh pada saat
memilih sesuatu yang baru, namun sebagai orang dewasa, asalkan kita harus yakin
dan menerima konsekuensi ke depannya jika terjadi hal yang membuat kita menyesal.
Begitu, bukan?
Kemudian, saya meneguhkan hati, "Ya. Saya sreg dengan Capres yang ini. Walaupun tidak satu suara tak berarti, yang penting ini bentuk dukungan."
Maka dari itu, tetaplah semangat bekerja, Pak.
Saya tahu setiap manusia memiliki kekurangan,
karena itu, saya sebagai warga RI, tidak memaksakan kehendak bahwa Bapak harus
menyelesaikan semua pekerjaan dengan cepat dan sempurna. Saya juga tahu bahwa
Bapak hanya manusia biasa, bukan pahlawan yang memiliki kekuatan Supernatural
seperti di film-film yang mampu memerang kejahatan secepat kilat.
Saya akan sabar menunggu hasil kerja Bapak (walaupun
beberapa orang sudah merasakan hasilnya).
Saya tak akan menuntut setiap saat karena saya tahu
semua butuh waktu. Bahkan, membuat mie instan saja butuh proses, ya kan? Selain
itu… jika Bapak lelah, jangan lupa beristirahat dan jaga kesehatan supaya bisa
mengumpulkan tenaga untuk keesokan harinya.
Pak, tetaplah berperang melawan korupsi dan
kemiskinan.
Jangan berhenti menyerah. Jika Bapak nyaris
putus asa, tolong ingat semua harapan yang sudah kami serahkan kepada Bapak.
Adapun saya sebagai rakyat kecil hanya bisa
menumpukan kepercayaan kepada Bapak. Jadi, apapun yang Bapak lakukan demi
kebaikan rakyat, saya 100% mendukung.
Demikian surat ini saya sampaikan sebagai
ungkapan terima kasih kepada Bapak.
Salam hangat untuk Bapak dan keluarga,
Lia.
1 comment:
Surat penyemangat yang manis :)
Post a Comment