06 February, 2016

Mengantarmu

Dear Pacar,

Aku tak pernah menyukai suasana di bandara, sama seperti rumah sakit. Ada kesedihan terlampau perih untuk terungkapkan, ada kebahagiaan tak terhingga sampai tak mampu berkata-kata.

Ya, benar. Bandara dan rumah sakit sama-sama membuat mata orang berkaca-kaca.

Ada bau perpisahan mencekam antara suami dan istri, ada suara tawa anak-anak yang ingin berlibur, ada suara teriakan dari para sopir taksi yang menawarkan jasa, ada isak tangis sang nenek berpisah dari cucu, ada pelukan erat sepasang kekasih seakan tak ingin berpisah namun harus, ada tatapan kosong dari seorang kakek yang sedang menunggu.

Ada banyak kisah, termasuk diriku yang tertawa palsu saat mengantarmu sampai gerbang keberangkatan. Ciuman yang tak ingin kuterima lantaran kau seakan menyogokku supaya aku tak marah karena meninggalkanku sendiri.

Pernahkah kau berpikir bagaimana rasanya aku melihat punggungmu?

Ya, aku jadi harus menahan tangis sejadi-jadinya, mengepalkan kedua tangan di dalam jaket, menutup mulutku rapat, mengatupkan rahang sekuat mungkin, berkedip berkali-kali supaya air mata tak jadi luruh, dan memaksakan diri bernapas panjang berulang-ulang.

Pergilah , Sayang. Pergilah untuk kembali.

Mari berpisah untuk bertemu lagi.

Aku akan menunggumu di sini, dan kumohon kelak genggam aku selalu agar bisa bersamamu. Kemanapun kau pergi, bawa aku, supaya aku tak perlu berjauhan se-inchi pun denganmu.

Aku akan menunggumu di sini, dan tak akan pergi kemanapun supaya kau dapat menemukanku secepat mungkin.

Aku akan menunggumu di sini, dan kutandai hari-hari dimana kau tidak di sampingku, dan menagihmu dengan bayaran pelukan sepanjang hari.

Berjanjilah kau akan pulang dengan selamat dan bahagia, serta ingin melepas rindu yang membuncah selama kau tak melihatku.

Baiklah, sampai di sini saja suratku, karena aku akan segera tidur dan memimpikanmu.



Salam buat orangtua dan keluargamu.


Dari Lia yang ditinggal mudik selama lima hari. xoxo

No comments: