04 July, 2013

FF #ProyekCinta "Tomat"


FF #ProyekCinta @lia_neyh

Judul : Tomat



===========


Ia mengecup keningku, mengelus rambutku yang panjang secara perlahan. Berusaha menenangkan hatiku dengan sentuhannya. 

If you’re different from the rest of the flock, they bite you,” ujarku perlahan mengutip sebuah pepatah yang pernah kubaca.

Andrew lantas merengkuh tubuhku yang mungil, sangat erat hingga kepalaku terbenam di dadanya. “Sayang, difference is wonderful. Membuat segala sesuatu jadi komplit, indah dan yang terpenting, kita seimbang.”

Aku melepaskan diri dari Andrew dan melangkah ke balkon. Udara lumayan pengap karena hujan yang baru berhenti. Mataku terjatuh pada pohon tomat yang sudah kurawat beberapa bulan terakhir ini. Tanaman yang sangat mirip denganku, jati diriku.

Aku mengangkat potnya setinggi pundakku, dan menyorongkannya ke arah Andrew. “Lihat, daun-daunnya segar, yah? Nggak sabar nunggu dia berbuah,” ucapku dengan nada riang, nada yang dibuat-buat. Aku tidak mau kekasihku ikut-ikutan khawatir dengan masalah pelik yang kuhadapi saat ini.

“Hmmm... jadi... besok kamu yakin mau temani aku pulang ke rumah orangtuaku?”

Ia mengangguk, dan tersenyum. Memasang tampang penuh keyakinan, tapi sisi lembutnya yang maskulin tetap terpancar.

*

“Mas, aku takut. Aku enggak berani. K-kita pulang saja, ya?” bujukku ke Andrew yang menghela napas panjang. 

Melihat diriku yang panik dan kacau, Andrew menopang lengannya di setir mobil, menatap mataku lurus-lurus dan berkata, “Aku sudah nyetir selama tiga jam, kita sudah sampai di depan rumahmu, kamu mau begitu aja langsung pulang. Iya?”

“Pulangnya aku yang nyetir aja.”

Andrew mengelus pipiku. “Hari ini kamu enggak pakai softlens, gimana bisa nyetir? Sayang, Papa kamu itu lagi sekarat. Mama menyuruh pulang biar bisa jenguk beliau. Gimana kalau ternyata hari ini adalah pertemuan terakhir kalian? Lagian mereka pasti udah maafin kelakuanmu yang dulu, lha.”

“Dulu itu keadaan yang memaksaku, Mas! Kalau saja mereka bisa dan mau memahamiku sedikit saja, seperti yang kamu lakukan. Mungkin kami enggak akan terpisah selama sepuluh tahun!” pekikku tertahan.

Andrew merengkuh bagian belakang leherku, dan menempelkan kening kami.
“Kamu enggak sendiri. Ada aku di sampingmu. Trust me. There is a reason I was born to you. There’s always a reason... we belong together.

Kalimat itu pun seakan menghipnotisku. Kepercayaan diriku tumbuh lagi.

*

Suara air terdengar menggelegar dari atas sini. Apakah air di sungai deras ini mampu menyeretku ke dunia lain? Apa air dingin di sungai ini bisa membekukan otak? Aku ingin tahu....

“PERGI KAMU!!! Keluar dari rumah ini!!” suara teriakan yang keluar dari bibir Mama menerjang kencang bak petir di tengah badai.

Aku menutup kuping. Kejadian tadi siang kembali melintas di benakku. Setiap adegan muncul dengan detail saat aku berusaha melupakannya.

Aku menangis. Belum pernah airmataku turun sederas itu.

“Aku tidak punya anak laki-laki sepertimu! Tidak pernah. Menjijikkan!” ulang Mama, seakan jika ia mengucapkannya berkali-kali itu akan mengubah keadaan.

Aku mengutuk hidup, mengutuk diriku. Aku tidak meminta untuk dilahirkan berbeda, Ma. Tidak!

Lihat saja tomat. Perdebatan bahwa tomat tergolong sayuran atau buah sudah terjadi selama berabad-abad. Mengapa tidak ada yang berusaha mendengarkan isi hati kami. Mengapa harus kalian yang menggolongkan kami, memaksa tomat untuk menjadi sayuran. Bagaimana bila si tomat ingin menjadi buah? 

Apakah transgender termasuk koreng yang harus dikupas? Apakah kami aib? Apakah kami virus mematikan?

“Kenapa Mama tidak bisa menerimaku, Ma? Kenapa?”
 
“Karena kamu aneh!” bentak Mama sengit.

Kalimat itu langsung membakar darahku, hingga mendidih dan meluap. Hatiku meledak kemudian hancur seketika saat itu.

Angin malam dingin yang menusuk membawaku kembali ke dunia nyata. Aku tidak sanggup... Sungguh tidak mampu lagi. Biarlah sungai ini menelan semua kegundahan hati yang selalu merongrong setiap jengkal perasaanku. Menelan pedih serta sekelumit kesedihan.

“Biarlah hanya aku yang menanggung ini semua. Biarlah....”

6 comments:

Evi Sri Rezeki said...

Hiks sedih :(

Sindy Shaen said...

Ending-nya bisa ditebak dari awal sih (kalo dari kacamata saya), tapi alurnya ngalir. Sukak! Apalagi analogi "transgender" dan "tomat", CERDAS!

Bagus gus gus gus gus gusdur #eh :))

Lia Chan said...

I thought it was too dramatic.
hahahaha.

Loner banged ya si tomat ituu...
hahahaha.

Thanks for comin, pals.

Lia Chan said...
This comment has been removed by the author.
Eva Sri Rahayu said...

Tulisanmu rapi dan ngalir, Li. Analogi tomat itu pas ^_^

Kandi said...

Nice Lia^^