09 February, 2012

Liefde, Love ( Part 4 )


Aku pun mendaftar di UNPAR, Bandung dan mengambil jurusan Ekonomi. Sangat bertolak belakang dengan jurusan yang mau kuambil di The Hague. Papa yang menyuruhku mengambil jurusan ini, ya kupikir-pikir boleh aja. Toh aku mungkin akan kembali ke Voorburg tahun depan. Jadi aku tidak peduli dengan jurusan apa yang akan kuambil saat ini. Aku udah kelewat kangen dengan Lindsey dan yang lainnya. Aku hanya tinggal menunggu izin dari Papa aja sambil merayunya.

“Gimana, Ran? Beres?” tanya Dimas padaku, karena sedari tadi dia menemaniku registrasi.
 “Beres. Jim dan yang lain dimana? Kok nggak kelihatan?”
 “Mereka ada di aula, lagi pada lihat audisi gitu.” Jawab Dimas singkat.
 “Audisi apa?” tanyaku.
 “Mencari bakat gitulah, macem-macem. Ada tari, musik, drama.” Dimas menjelaskan.
“Ayo, kita kesana. Daripada bosan disini. Pengen lihat juga.”
“Ogah, malas ah. Kamu sendiri aja kesana. Aku mau ke markas. Udah ditungguin sama anak-anak.” Dimas menolak. Lupa aku, si Dimas mana mau nonton acara beginian. Lalu Dimas pun berpamitan dan aku menuju ke aula yang dimaksud oleh Dimas. 

Hingar bingar suara dari aula terdengar dari jauh. Aula sudah padat dipenuhi orang-orang yang kelihatannya sangat antusias. Yang pasti sangat heboh karena teriakan penonton yang memekakkan telinga.

Aku mencoba untuk mencari Jimmy, Bil dan Windi dari kerumunan disini. Aku nggak mendapatkan mereka dimanapun walau aku sudah mencoba menerobos keramaian orang.

Acara ini benar-benar niat banget deh dibuatnya. Ada panggung, alat-alat musik yang sudah disediakan seperti keyboard, gitar, bass, drum, sound sistem dan mic. Terlihat seorang pembawa acara sedang berbicara dan didepan panggung kecil itu terdapat 3 orang juri yang kelihatan sedang menikmati ajang tersebut.

Didepanku sekarang, berdiri sekumpulan cewek yang sedang memperlihatkan keahliannya di bidang menari diatas panggung. Berikutnya ada grup band yang beraliran rock, lalu ada yang menyanyi solo jazz juga, dan sinden. Bahkan ada sekolompok anak yang membawakan drama komedi yang sangat kocak. Tak terlewatkan pula, ada 3 gadis cantik yang sangat seksi, mereka menari dan menggoyangkan pinggulnya mengikuti irama musik arabian. Belly dance memang sangat eksotis dan menarik. Karena dari yang kulihat, para pria disini terpukau dan terpesona dengan tarian itu. Termasuk aku. Berani bertaruh, jika Jim melihat tarian ini, dia pasti meneteskan air liurnya.

Lalu MC kembali ke atas panggung hendak memanggil nama peserta berikutnya. “Billy Tan.” Terdengar MC-nya berbicara.
“Hah? Billy?’ Aku berbicara pada diriku sendiri. Ya, benar. Itu Bil, dia naik ke atas panggung dengan kostum khas breaker ala gothic serta topi dan sarung tangannya. Wah, jangan-jangan dia..

“Panggil aku, Bil. Aku akan menghibur kalian semua.” Setelah Bil memperkenalkan diri, MC tersebut turun. Aku melihat Bil membungkukkan badan dan saat itu juga terdengar alunan lagu Taio cruz feat Ludacris – Break Your Heart yang berdentum dari sound system.

Bil langsung menari dengan gerakan yang rumit, break dance yang dia bawakan sangat atraktif dan berlangsung cepat. Dia melakukan gerakan Handstand1 yaitu menumpukan tubuhnya dengan satu tangan saja dalam posisi tubuh yang terbalik dilanjutkan tarian lagi lalu Headstand2 yang kali ini meletakkan kepalanya dibawah menyentuh lantai dan memutar-mutar tubuhnya dengan kedua tangannya. Bil menari lagi Sesaat aku bisa merasakan ketegangan disaat Bil melakukan freeze3 selama 1 menit. Berani taruhan, breaker mana yang dapat bertahan selama itu. Bil melakukan gerakan Turtle4 diakhir pertunjukkan. Bil bisa menghipnotis penonton di aula ini hanya dalam waktu 4 menit tarian yang dia persembahkan. 

Semua penonton bertepuk tangan untuk Bil. Bahkan, juri juga memberikan standing applause buat dia dan memberi komentar. Tidak jelas aku mendengar komentar dari juri dikarenakan teriakan histeris dari para penonton.

Aku langsung menyerbu Bil saat dia turun dari panggung.
“Bil !!” teriakku. Bil menoleh kebelakang dan melihatku. Dia ngos-ngosan.
“Randi?” Bill mengernyitkan dahi plus ekspresi kaget. “Ngapain kamu disini?” sergah Bil sarkastis.
“Aku tadi singgah kesini untuk mencarimu dan yang lain, tahu-tahu aku mendapati seorang breaker yang sangat piawai dalam membawakan tariannya, dan sepertinya menjadi peserta favorit deh.” Jawabku dengan penuh pujian berharap dia melupakan kejadian kemarin di cafe.
“Mereka ada dibelakang.” Bil menjawab dengan singkat dan langsung pergi ke arah belakang panggung, aku pun mengikutinya.

Aku melihat Windi dan Jim sedang mengobrol dengan asyik, dan tidak menyadari kedatanganku.
“Hai, Kim.. Jim.” Aku menyapa. Mereka menoleh. Bil duduk disamping Kim, dan Jim menghampiriku.
“Wah, kok bisa ada disini? Baru datang loe?” tanya Jim.
“Nggak juga. Udah dari tadi. Belly dancer nya hot banged, ” Aku dan Jim pun tertawa. Kim dan Bil tetap diam. Mereka menganggapku seperti orang asing.
“Aku tadi mendaftar ke sekretariat dengan Dimas.  Katanya, kalian ada disini. Yaudah, aku nyusul aja. Oh ya, Bil, tadi tarianmu keren juga. Sudah banyak kemajuan.”
“Iya, thanks.” Jawab Bil singkat tanpa ekspresi. Benar kata Jim, suasananya sudah tidak menyenangkan dibanding dulu.
“Sebentar lagi, giliran Windi yang maju.” Kata Jim memecah keheningan.
“Maju? Win, kamu ikut audisi juga?” tanyaku, aku tidak berani memanggilnya Kim jika teringat dengan peristiwa ‘ngambek’nya dia di airport. Dia hanya membalasku dengan anggukan saja.
“Wahh, nari juga Win?”
“Nari? Kamu kan tahu dari dulu kalau aku cuma minat di olah vokal, bukan dancing.” Dia menggerutu kesal.
“Oh sorry, aku lupa. Hehehe.” Aku hanya tertawa bodoh. Dalam hatiku, aku tidak lupa, aku hanya tidak ingin mengingatnya.
“Iya, kamu memang sudah melupakan segalanya.” Kata Bil,
“Maksudmu? Melupakan segalanya bagaimana?” aku bertanya.
Well, kamu tahu maksudku, Ran. Jangan berpura-pura bodoh. Apa maksud kedatanganmu kesini lalu seolah-olah sangat menikmati acara ini? Apa kamu sedang bernostalgia? Atau jangan-jangan hanya sekedar ingin menertawakan tindakan kami?” tukas Bil. 

“Bil, bisa tidak kamu nggak usah mengungkit masa lalu. For Godsake, kenapa sih skeptis banget sama aku, Bil. Aku kira kamu udah ngerti dengan kesepakatan yang kita buat dulu. Bahwa kita akan menjalani kehidupan kita dengan cara masing-masing.” Bisikku marah. “Dan aku juga sudah melupakan impian bodohku dari dulu. Ngerti, kamu?”
“Impian bodoh, katamu, Ran? Perasaan, kamu dulu yang paling semangat, paling antusias, hasratmu bahkan lebih menggebu-gebu dari kami. Tapi, apa? APA?! Kamu pergi dan meninggalkan kami! Dan sekarang kembali dan berani menghina bahwa menggapai impian itu bodoh. Pikir pakai otak, bro!” teriak Bil.
“Sudah..sudah sudah. CUKUP!!” teriak Kim tak kalah hebatnya. “Jangan menghilangkan mood aku, okay?? Bil, sudahlah, tidak ada gunanya kamu ungkit lagi hal yang sudah lewat. Dia bukan Randi yang dulu lagi, harusnya kamu bisa terima kenyataan.” Pinta Kim dengan nada memelas.

“Bil, aku sudah cukup tersiksa dengan kejadian 3 tahun lalu, jangan membuat aku lebih merasa bersalah lagi. Aku tahu aku salah, tapi cobalah mengerti. Ini untuk kebaikan kita bersama. Aku saja sudah pasrah, dan..”
I don’t care! Bagi aku, kamu nggak lebih dari pengecut!” Bil mencela perkataanku. “Kalau kamu sampai berani mencampuri urusanku dan Windi. Aku hajar kamu sampe mampus.” Ancam Bil pelan, namun nadanya begitu dingin sampai-sampai aku terguncang mendengarnya. Dia pun pergi sesudahnya.
“Kenapa jadi begini?” tanya Jim. “Bukannya kalian sudah sepakat dan baikan?” tanya Jim.
“Aku tidak tahu Jim..” Aku bengong. Mereka hanya memandangiku. Lalu terdengar suara MC yang memanggil nama Windy Widjaja. Kim pun tersentak kaget dan buru-buru naik ke atas panggung.
Veel geluk!*” Teriakku dari bawah, Kim pun tersenyum dan mengangguk.

Kim akan membawakan lagu Apologize, Timbaland. Aku tidak menyangka dia membawakan lagu itu. Mendengar liriknya saja sudah membuat hatiku perih, tiba-tiba saja dadaku terasa sangat sakit dan sesak. Aku merasa Kim menyuarakan isi hatinya, apa benar jika seseorang melakukan kesalahan lalu tidak ada kata maaf untuknya? Suara Kim yang lembut sangat menyayat hatiku. Dan membuatku teringat kejadian 3 tahun yang lalu.. 

***

I’m holding on your rope..
Got me ten feet off the ground..
And i’m hearing what you say..
But I just can’t make a sound
You tell me that you need me
Then you go dan cut me down
But wait...
You tell me that you’re sorry
Didn’t think I’d turn around and say..
That it’s too late to apologize, it’s too late
I said it’s too late to apologize, it’s too late
I’d take another chance, take a fall, take a shot for you
And I need you like a heart needs a beat

***

3 tahun yang lalu..
“Kim, Bil..!!” teriakku, aku berlari menuju studio musik disekolahku.
“Ya, ada apa Ran?” jawab Kim “Kenapa lari-lari kayak gitu?” tanya Kim bingung.
“Papa sudah mengetahui kalau aku ikut audisi MABI ( Musik Anak Bangsa Indonesia).” Jawabku ngos-ngosan, karena aku berlari dari rumah ke sekolah. Jaraknya tidak jauh.
“Waduh, bisa gawat nih. Kok Papa mu bisa tahu, Ran. Tahu darimana?” tanya Bil cemas.
“Dia melihat lembar pendaftaran diatas meja belajarku waktu aku sedang mandi dan bertanya “ini apa?” aku langsung jawab ini punyamu, Bil. Dia bilang kalau sampai berani aku ikutan audisi, dia akan memotong kakiku” Jawabku gemetaran.
“Damn, lalu kamu langsung kabur kesini gitu?” tanya Bil was-was. Kim hanya berdiri diam dan wajahnya pucat. Aku mengangguk kepalaku dengan lemas. Aku merosot ke lantai.
“Matilah, gimana nih? Mana audisinya tinggal 3 jam lagi.” Bil ikut-ikutan lemas.
“Jangan down dong. Kita tetap ikut audisi, ayo kita pergi sekarang. Aku rasa kita nggak perlu latihan lagi. Kita sudah cukup oke kok. Soal Papamu, tenang aja lah Ran, mana ada orangtua yang akan memotong kaki anaknya. Dia hanya mengancammu saja.” Kata Kim berusaha menenangkan kami.
“Tapi, Kim.. Papaku orangnya nekat. Kamu kan tahu tabiatnya. Masih teringat dibenakku waktu aku berusia 7 tahun. Aku dilarang memelihara anjing, dan dia mengancam akan membunuhnya jika aku berani menentang perintahnya. Dia betul-betul melakukannya ketika aku diam-diam memelihara anjingku didalam gudang.” Aku merinding ngeri kalau memikirkannya lagi.
“Ahh, sudahlah. Kita nekat aja. Jangan jadi pengecut, Ran. Kita kan nggak buat salah. Masa sudah berusaha selama 2 bulan, kamu mau sia-siain usaha kita? Nggak kan?” Billy pun bangkit dan menarik tubuhku untuk berdiri.
“Betul juga katamu Kim, Bil. Kita nggak boleh putus asa dan menyerah. Ayo kita pergi!” Aku senang melihat mereka tersenyum lagi, walaupun firasatku tiba-tiba terasa nggak enak.

***

Kami pun tiba ditempat audisi dan langsung mengantri untuk mendapatkan nomor peserta. Sejam kemudian, kami sudah bersiap-siap dibangku penonton. Maklum, lomba kali ini diadakan di GOR lapangan basket C-tra Arena, Bandung.

Sekitar 15 menit lagi kami akan tampil. Kami akan membawakan lagu I Got a Feeling, by Black Eyed Peas. Aku dan Kim sudah berlatih vokal mati-matian selama 2 bulan. Kami juga sempat ikut kursus menari dengan koreografer di sanggar dekat sekolah. Bil juga mendapat bagian nge-rap dan memberikan suguhan break dance di akhir lagu. 

Ya, ini adalah impianku, menjadi seorang entertainer. Aku senang bernyanyi dan menari mengikuti gerakan irama. Kim tiba-tiba menggenggam tanganku.

“Jangan tegang, kalau kamu gugup. Bisa-bisa kamu mati gaya di depan nanti.” Dia pun tersenyum. Sesaat tubuhku terasa hangat. Aku paling suka dengan senyuman Kim, sangat menenangkan hati. Tiba-tiba Bil datang dari arah depan. Kim pun tersentak menjauh.
“SIALLLANN!!” teriak Bil berang memandangi kami.
“Ada apa, Bil?” Aku terlonjak dari tempat dudukku.
“Acara ini ditayangkan Live di Tv !” Bil menggertakkan giginya. Astaga, aku pikir dia marah karena melihat kami berpegangan tangan.
“Memangnya kenapa kalau ditayangin di TV? Bagus donk!!”
“Bagus kepalamu? Emang kamu nggak takut Papamu akan nonton di Tv hari ini, Ran?” Aku pun langsung membeku.
“Mampus,” Aku menepuk jidatku. “Jadi gimana donk? Tapi.. Akhhh, sudahlah, terlanjur basah. Kita sudah disini, tidak peduli dia lihat atau nggak. Aku nggak mau menyerah sebelum berperang!” Bil dan Kim pun terlihat lega dan tersenyum. Ya, aku harus bisa!

 ***

Kami pulang dengan tangan hampa dan perasaan kecewa, kami dinyatakan gagal. Dikarenakan Bil sempat jatuh saat membawakan gerakan Freeze dan aku sempat salah lirik. Kami tidak saling menyalahkan, wajar. Ini audisi pertama kami. 

Aku pun pulang dengan perasaan was-was. Ketika aku diruang tamu, aku dikagetkan dengan Papa dan Mama yang sedang duduk disofa. Aku sudah tahu ini pasti akan terjadi terlihat dari ekspresi wajah Papa yang kaku. 

“Angkat kaki dari rumah ini,” Kata Papa sambil menunjuk kearah koper disampingnya. “Jangan dipikir aku tak mengetahui kelakuanmu diluar sana!”
“Tapi, Pa.. Ini impianku. Aku mohon, beri kesempatan Randi untuk menjelaskan. 15 menit saja, ah tidak, 5 menit saja,” aku memohon. Papa dan Mama hanya diam.
“Menjadi seorang entertainer adalah impianku, Pa.. Ma.. Setiap aku bernyanyi, aku merasakan kebahagiaan. Aku merasa sangat bebas seperti burung yang terbang di angkasa. Biarkan aku yang memilih dan menjalani masa depanku, dan Papa tidak berhak mengatur hidupku.”
“Tidak berhak katamu? Aku orangtuamu! Aku berhak mengaturmu untuk hidup seperti apa! Bernyanyi tidak akan mengenyangkan perutmu, Randi. Dan tidak bisa memberimu kehidupan yang layak seperti sekarang ini, percayalah.” Kata Papa sinis.
“Aku tau, Pa. Tapi aku berjanji tidak akan mengecewakan Papa dan Mama. Beri waktu agar aku bisa membuktikannya. Aku pasti bisa menjadi seorang Entertainer yang sukses.”
“Baiklah,” Papa mengangguk. Tidak mungkin secepat ini Papa setuju, pasti ada apa-apanya. “Buktikan dalam waktu 3 bulan, kau dan teman-teman cecurutmu itu keluar menjadi seorang pemenang di sebuah audisi dan tampil Live di Tv.” Aku melongo. Gilak, ini mana mungkin terjadi, sama mustahilnya dengan mencari jarum ditumpukan jerami.
“Tapi, Pa. Mana mungkin secepat itu, 3 bulan adalah waktu yang terlalu singkat!” protesku.
“Kau meminta kesempatan, dan aku memberikannya. Dan ingat, aku tidak sudi kamu tinggal dirumahku selama 3 bulan itu. Jika kau menang, kau berhak melakukan apapun sesuai kehendakmu. Jjika gagal, aku berjanji, aku tidak akan pernah membiarkanmu menyentuh dunia biadab itu lagi!” Papa berteriak. Dia beranjak dari sofa dan langsung masuk kekamar.
“Randi.. seharusnya kamu tidak usah menentang Papa, meminta maaf lah. Lupakan dunia yang tidak jelas itu. Lagian kamu tidak punya tempat tinggal diluar sana. Mama tidak mau kamu sakit, nak. Kamu satu-satunya anak Mama” Kata Mama membujukku sambil menangis.
“Tidak, Ma. Akan aku buktikan bahwa kalian salah. Tenang saja, Ma, dalam waktu 3 bulan aku akan pulang dengan membawa senyum kemenangan. Mama tidak usah khawatirkan aku. Kan kita masih bisa bertemu. Ok?”

Aku pun mengucapkan selamat tinggal pada Mama sambil menyeret koperku. Aku tau ini gila, tapi aku harus mengambil tantangan ini demi masa depanku. Aku tidak boleh kalah dari Papa.

***

Aku mendatangi  kost-kostan Bil, dan menelpon Kim untuk kesini. Aku menceritakan semua kejadian pada mereka. Mereka panik. 

“Aku berencana tinggal disini 3 bulan, sambil menggapai impian kita. Bolehkan, Bil?”
“Bolehlah, Bro. Asal kamu betah aja, sudah bisa lihat kan? Kamar kecil. Hanya muat untuk tidur saja, toilet diluar pula. Dan.. maaf, aku tidak punya banyak uang untuk membiayai hidupmu.”
“Tenang saja, aku akan mencoba part time. Yang penting kalian tetap ada disampingku, dan tidak meninggalkan aku. Aku sudah bersyukur kok.” Kami bertiga pun berpelukan.
 
 “Heiii!!” Jim menepuk bahuku. Aku pun tersentak kaget.
“Astaga. Sialan. Bikin kaget aja.” Lamunanku pun buyar seketika.
“Ngapain ngelamun? Mikirin belly dancer yaaa?” Jim menggodaku.
“Parah, emang kamu?” Jim pun tertawa.
“Eh, suara Kim makin bagus ya? Masih ingat nggak waktu kalian ikut audisi dulu? Suaranya sekarang makin merdu, bro. Memangnya loe ga kepengen nyanyi lagi?” Jim memandangku.
“By the way, aku pulang dulu ya Jim. Lagi ada urusan nih.”
“Lho, memangnya, nggak mau nunggu sampai selesai? Tanggung nih, kan Windi masih di komentarin.”
“Ntar kamu kabarin aja, oke?” 

Aku pun pamit. Sebetulnya aku menghindari pertanyaan Jimmy. Aku tidak sanggup berdiri disini terlalu lama. Situasi ini mengingatkanku pada kejadian masa lalu yang terlalu kelam untuk diingat lagi..


To be continued..
*Veel Geluk ; berarti Semoga berhasil dalam bahasa Belanda.

No comments: