17 February, 2013

Kesempatan? Perjuangan?

Mau mulai dari mana? Aku bahkan bingung apa yang ingin kutulis sekarang karena detik ini juga... isi kepalaku cuma ada kau.
Sebenarnya, aku bisa saja menuliskan beribu-ribu kata tentangmu. Tapi buat apa? Kenangan manis ini kalau kuabadikan di sini, yang ada malah hatiku akan perih saat membacanya nanti. Tapi, bisa juga suatu saat nanti ketika aku sudah move on, aku akan menertawai diriku sendiri saat membaca artikel ini. "Hahaha. ternyata aku pernah jatuh cinta dengan keparat ini! Untunglah sekarang sudah tidak lagi. Hahaha!"
Tidak, tidak, tidak. Aku tidak menginginkan hal ini terjadi. Biarlah kenangan akan dirimu kukenang dalam otak, lalu kututup rapat, segel dan gembok, paku sekelilingnya plus lem dengan erat!

Oh, ya, ngomong-ngomong... pernahkah kau berjuang menggapai cintamu? Berlari mengejar dirinya yang kaucintai? Mendambakan setiap sentuhannya. Mengemis kasih sayangnya?
Aku pernah. Hingga 10 menit yang lalu... aku masih berjuang. Lalu mengapa aku sekarang tidak berjuang? Pasti kau berpikir bahwa aku menyerah. Bukan... bukan karena lelah lalu menyerah... Aku tidak pernah lelah dalam mengejar sesuatu apalagi itu cinta. Hanya saja, mungkin sudah saatnya aku berhenti namun aku belum tahu pasti. Apakah detik ini juga harus menyerah, atau menunggu beberapa hari ke depan. 

Entah sudah berapa kali berhubungan dengan seorang pria... mungkin belasan, aku sudah tidak ingat. Jangan, jangan anggap aku pemain cinta. Aku hanya gadis biasa yang kurang beruntung dalam mengecap cinta. Ya, selama 26 tahun ini, aku adalah orang yang payah. Aku tidak pernah berjuang. TIDAK PERNAH. Catat itu. Aku selalu menganggap, ketika hubunganku dengan sang kekasih kandas, ya berarti selesai. Dulu itu karena ego dan gengsiku terlalu tinggi untuk memperjuangkan hal-hal yang mustahil. Maksudku, aku tidak mau memperjuangkan hubunganku. Karena aku mempunyai prinsip, "TIDAK AKAN PERNAH BALIKAN SAMA MANTAN!" Prohibited!

Tapi prinsip itu tidak berlaku sejak sekarang karena untuk pertama kalinya dalam hidupku... aku melakukan hal terlarang itu.
beberapa hari yang lalu, aku membuang egoku.
beberapa hari yang lalu, aku melepas gengsiku.
beberapa yang lalu, aku mencopot harga diriku
Itu demi siapa? Demi kau!
Oh Tuhan, aku saja tidak pernah melakukan hal itu semua demi orangtuaku. Damn it.
Kau tak perlu bertanya "kenapa" karena kau tahu bahwa kau sangat berharga. Lebih berharga dari apa? Ya lebih berharga dari segala benda yang kumiliki di dunia ini. Tapi sayangnya kau bukan benda. Kau makhluk hidup yang bernapas dan memiliki kemampuan menggerogoti setiap jengkal diriku. Tanpa bersisa.


Kau bertanya padaku lewat pesan singkat, "apa yang sudah kau perjuangkan?"
Aku memperjuangkan cinta kita. Aku mengemis cinta. Menadahkan tanganku demi sebuah cinta. Meminta-minta belas kasihmu karena cinta. Apa itu belum cukup?
Dengan cara memaksa, cara lembut, lewat tutur kata, lewat pandangan, melalui sentuhan, tapi kau mengindahkannya. Kau tidak membalasnya dengan kasar, kau memang tidak menepis tanganku, tapi kau menyingkirkan setiap usaha yang kulakukan dengan sebuah senyuman. Senyuman yang berarti "sudahlah, ini tidak ada gunanya."

Kau seharusnya berbangga, merasa beruntung karena memiliki gadis yang mencintaimu, rela melakukan apa saja, bahkan memperjuangkan segalanya demi hubungan yang sudah kandas.
Asal kau tahu saja, andai saja kau memberiku cintamu yang dulu, aku yakin akan mengabdi padamu seumur hidupku.
Mungkin memang aku tak pernah berbuat salah, tapi aku akan selalu mengucap maaf untuk setiap kesalahanku dan aku punya sejuta maaf untuk kesalahanmu.
Aku juga manusia yang selalu menerima masa lalumu dan siap merancang masa depanku bersamamu.
Aku adalah gadis yang selalu cemas dan hilang akal ketika kau tak memberiku kabar.

Tapi apa yang kuterima... tidak ada. Perjuanganku yang memang terbilang singkat, apakah harus kuakhiri sekarang? Aku tidak tahu. Jika menggunakan logika, memang, seharusnya tidak ada perjuangan sejak 10 hari yang lalu. Tapi aku menyimpan harapan, karena harapanlah seseorang bisa bertahan hidup. Karena harapanlah aku menunggumu. Karena harapanlah aku bertahan hingga sekarang.

Aku tidak tahu lagi apa yang kutulis sekarang. Semuanya terkesan absurd. Aneh.
Aku ingin marah sekarang, tapi aku sudah kehabisan emosi.
Aku ingin menangis saat ini, tapi aku sudah menghabiskan airmataku sejak berhari-hari yang lalu.
Aku ingin meronta-ronta, tapi sudah kulakukan tadi.

Aku hanya menuntut keadilan, sayang. Ingatkah kau dulu, saat kau mengemis cintaku, aku memberimu kesempatan. Namun saat ini, ketika aku meminta 1 kali saja kesempatan, kau menggelengkan kepalamu. Tahukah kau bagaimana perasaanku saat itu, sayang? Tidak, kau tidak tahu karena dulu aku berbaik hati memberimu kesempatan. Sial. Harusnya dulu aku tak memberimu kesempatan, bukan? Biar kau tahu rasanya.

Tapi aku tidak pernah menyesal sih karena sudah memberimu kesempatan. Inilah aku. Si pemaaf dan si pemberi maaf. Aku hanya mengikuti jejak Yesus untuk selalu memberi kesempatan pada setiap umatnya.

Sudahlah, waktu semakin larut. Aku semakin terlihat kacau. Otakku kacau, hatiku apalagi.
Sayang, aku hanya akan mendoakanmu dari jauh karena aku pernah mendengar sebuah pepatah, "Jika kau memberikan hinaan pada seseorang yang mencintaimu. Maka ia akan berdoa dalam airmata kepedihannya. Dan itu berarti, siapkan dirimu untuk berjuta kemalangan."
Jadi, doa orang yang teraniaya akan terkabulkan. Hahaha. Bercanda.

Tenanglah, aku hanya akan mendoakan yang terbaik untukmu.
Jujur aku tidak rela mendoakanmu. Untuk apa? Kau bahkan tidak pernah memikirkanku. Kau bahkan tidak pernah mencintaiku. Kau pembohong.
Jika benar kau mencintaiku, kau akan memberikan kesempatan!
Semua yang kaulakukan dulu itu palsu, kan?!
Maaf. Aku mulai emosi. Ini bukan aku, soalnya aku sudah berjanji akan merubah sifatku.
Aku ngantuk.
Aku ingin tidur, lalu saat terbangun, aku ingin semuanya dalam keadaan baik-baik saja. Aku bukan manusia bodoh yang mengharapkan untuk amnesia atau tidak pernah bangun lagi untuk selamanya.
Aku cuma manusia yang ingin diberi 1 kali kesempatan.
Sayang... kau tahu bahwa kita pernah berjanji untuk sehidup semati. Tapi entah kenapa, saat ini, janji itu sepertinya sudah usang dan tidak berguna lagi. Apakah janji itu palsu juga?
Iya, kurasa palsu. Karena kalau asli, maka kau akan memberiku kesempatan untuk memperjuangkan hubungan kita.
Cobalah lain kali memahami arti sebuah kesempatan bagi orang yang benar-benar ingin berubah. Tidak perlu memahami sekarang karena suatu saat nanti, kau pasti akan dihadapkan pada situasi yang sama. Nah, pada saat itu, kau akan tahu rasanya, sayang.
Di saat itulah, kau akan mengingat diriku...

PS : Surat seperti inilah yang akan kuberikan pada orang yang akan melepasku. Semoga tidak akan ada. :")

No comments: