26 April, 2013

berapa hargaMU?




Gadis itu luar biasa cantik. Hidungnya mancung, mata besar dipadukan dengan bulu mata lentik, bibir merah bak plum dan kulit berwarna kuning langsat cocok. Pahatan Tuhan yang satu ini memang patut diacungi jempol, belum lagi sepertinya dia berdarah campuran Belanda-Tionghoa. Tubuhnya? Tidak perlu diragukan lagi. Semampai dan montok.

Menurutmu, berapa harganya? Ada yang berani menawarnya?

Seluruh hartamu? Hahaha. Jangan membuatku geli.

Kalau aku pria, mungkin akan kutawarkan seluruh hidupku untuknya. Menjaga dan mengayominya.

Eits, tapi ada satu yang belum kuberitahu. Yang akan mempengaruhi penilaianmu dan sedikit menggoncang pandanganmu.

Ia janda beranak satu.

Bagaimana? Apa kau ingin tertawa sekarang dan menarik diri dari “pelelangan” itu?
Kaupikir masih ada rahasia yang belum kuberitahu. Tidak. Tidak ada. Cuma itu.

Ia wanita berusia 21tahun.
Istilahnya, kalau membeli barang/makanan, kau bakalan dapat paketan. ( Paket plus anak. Haha )

Dan kau tahu siapa yang beruntung memiliki wanita etnis itu?

Seorang pria berasal dari Taiwan, umur sekitar akhir 30 atau awal 40, berkulit gelap dan mirip Tukul Arwana. Ia bahkan bukan pria kaya atau memiliki usaha di negeri asalnya, cuma pria yang bekerja sebagai karyawan di toko bangunan.

Lalu kenapa wanita itu tertarik? Ya jelaslah. Ia menikahi pria itu karena dijodohkan. Keluarga wanita itu kan dibayar!

Kau tahu berapa bayarannya?


DELAPAN JUTA!
RUPIAH, ya! Bukan DOLLAR!

Iya! Benar. Rp. 8.000.000,-

Kalau di kota-kota metropolitan, mungkin gadis panggilan dengan standar high class harganya bahkan lebih mahal dari itu, dan tidak terikat! Benar atau tidak?

Whatever. Yang pasti akan selalu ada pro dan kontra. Sebagian mengatakan ‘terlalu murah!’ dan mungkin sebagian berkata ‘pria itu pantas mendapatkannya!”

Tunggu, kalau kau berani mematok harga, memang berapa hargaMU? :)))

Sebentar, jangan menggebu-gebu seperti itu. Mari dengar ceritaku dulu. Bagaimana, kapan, dan apa yang terjadi pada wanita itu hingga bisa dihargai Rp. 8.000.000,- saja.

Seminggu yang lalu, seorang pria asal Taiwan sebut saja A PHENG, sedang mencari seorang istri. Kenapa harus jauh-jauh sampai ke benua lain? Memangnya di Taiwan sudah kekurangan stok?
Aku tidak sempat bertanya pada si A Pheng, dan mengurungkan niat untuk bertanya. Yang bisa kulakukan hanya menebak-nebak saja, mungkin karena ia hanya pria yang kurang mapan dan gadis-gadis Taiwan tidak begitu tertarik. Makanya, ia menyuruh seorang agen atau dikenal sebagai “Mak Comblang” untuk mencarikan istri untuknya di luar hometown-nya dan hanya di Indonesia-lah, tempat atau gudang gadis-gadis belia yang bisa dinikahi itu berada.

Jangan kaget. Perjodohan ini sudah familiar di telingaku. Apalagi di kota Pontianak atau Singkawang. Apa ini termasuk human traficking? Jelas tidak. Karena ini tidak ada unsur paksaan.

Si Mak Comblang sebut saja A JIE, si A Jie ini pun mengenalkan A pheng pada pada wanita itu, sebut saja namanya SUSI-lah ya :)))

Sebelum A Pheng ke Indonesia, ia memberi uang senilai 100juta rupiah ke A Jie untuk mengurus segala keperluannya. Lalu kenapa hanya Rp.8.000.000 jatuh ke tangan Susi??

Ternyata 100 juta ini diserahkan ke A Jie untuk menguruskan tiket pulang pergi ke Taiwan si A Pheng dan ibunya, sekaligus untuk penginapan, makan, biaya foto prewed, pesta pertunangan dengan 30 undangan dan hantaran yang berupa “4 tiam kim” ( empat jenis emas, terdiri dari ; cincin, kalung, gelang serta liontin) untuk Susi. Plus 8 juta itu dan uang capek buat si A Jie. Dan minggu depan, Susi dan suaminya A Pheng akan berangkat ke Taiwan untuk menjalani kehidupan bersama.

Menurutmu, pantaskah Susi menerima 8 juta rupiah dan ditukar dengan raga dan jiwanya?

Pertama saat mendengar berita itu, aku berteriak, “Gila! Semurah itu?! Yang benar saja! Perek di Jakarta aja lebih mahal dari itu! Bener-bener idiot! Memangnya tidak bisa ditawar lebih tinggi? Buat ngontrak rumah aja nggak cukup, biaya hidup pun cuma cukup untuk dua bulan! Masa iya orangtuanya nggak protes? Anaknya dikasih makan sampai sebesar itu masa hanya dihargai segitu? Sudah! Kawin dengan pria lokal aja! Pasti harganya sama kok!”

Tapi malam ini, setelah menghadiri pestanya, aku menjilat kembali segala perkataanku kemarin.

Kocak. Pasti kalian bertanya-tanya kenapa. Apa karena Susi seorang janda, tidak perawan lagi, punya satu anak dan memang segitulah harganya tidak peduli seberapa sempurnanya dia.

Salah.

Kau tahu apa yang kulihat saat mereka berdua duduk bedampingan bersama di meja makan, ditemani senda gurau keluarga sambil menikmati makan malam?

Mereka benar-benar seperti pasutri yang sudah saling mengenal bertahun-tahun!

Pandanganku tidak lepas dari Susi. Aku benar ingin tahu, apakah wanita bernilai 8 juta itu benar idiot atau murahan, kenapa dihargai segitu pun mau.

Tapi yang terlihat sungguh menggugah hati. Susi tersenyum simpul, lalu mengikik geli saat A Pheng berbisik padanya. Entah itu rayuan atau sekadar obrolan ringan yang lucu.

Kau tahu? Cukup melihat hal seperti itu saja hatiku langsung meleleh. Maksudku, mereka baru bertemu kurang dari seminggu dan tampang mereka menyiratkan kebahagiaan tak terkira. Seakan memang sudah ditakdirkan bersama, mereka pun enggan berpisah barang sedikitpun. Nempeeeeel terus.

Hatiku lega. Entah lega yang seperti sehabis pup atau lega ternyata segalanya berjalan lancar. Saat mengucapkan selamat ke Susi, aku mendoakan dia. Ya doa seperti biasa saja, semoga langgeng hingga kakek-nenek, dan doa ini tulus dariku untuk Susi.

Ya ampun. Susi benar-sangat-amat bahagia. Ia berlari kesana kemari, bergembira dan memandang suaminya penuh perasaan. Jadi, masih pentingkah 8 juta rupiah itu bila kalian melihat peristiwa se-mengharukan dan penuh suka cita ini?

Tidak. Aku tidak peduli lagi berapa harganya Susi yang penting dia senang, tidak terpaksa, tidak tertekan dan menemukan pendamping hidup yang akan selalu menjaganya.

Bagi Susi, 8 juta itu mungkin hanya sebuah uang jajan dari A Pheng untuk keluarganya , dan si A Pheng-lah kado terindah yang diberikan Tuhan untuknya.

Susi mengabaikan 8 juta rupiah itu karena ia cukup bahagia mengarungi bahtera bersama yang ia sayang.

“Persetan dengan 8 juta rupiah itu!!!! Yang penting aku bahagiaaa!!” teriak Susi dalam hatinya, tebakku. Hahaha.

Well, happily ever after or not yang penting mereka tertawa bersama.

So, siapa sekarang yang mau protes bahwa Susi terlalu murah?




21.19/26April2013

4 comments:

Aprijanti said...

kenyataan ini memang benar adanya, tapi balik lagi, persetan semua jika cinta sudah bicara. :D

Mdfrans said...

hmmm bicara cinta, sulit cr alat ukurnya.pake logic bs kali yah

Mdfrans said...

hmmm bicara cinta, sulit cr alat ukurnya.pake logic bs kali yah

Lia Chan said...

Yeap. Love vs Money ^^